Menyemai cinta menuai surga

Cinta ... Siapa tak mengenal kata ini ??? Sebagai manusia normal kita pernah merasakan jatuh cinta. Sulit diketahui mengapa kata tersebut selalu menarik untuk diperbincangkan. Tapi dapatkah anda bayangkan hidup tanpa obejek yang dicintai dan disayangi ? Jawabannya pastilah tidak karena sesungguhnya rasa sayang terhadap sesuatu justru menjadi motivasi agar mencapai kehidupan yang lebih baik. Cinta juga merupakan energi bagi seseorang agar tidak pantang menyerah demi tercapainya sebuah tujuan dan harapan. Seberat apapun jalan yang akan dilalui setingi apapun bukit yang akan didaki. Maka berbahagialah bila dihati ada cinta.

Cinta adalah kekayaan dan anugrah agung yang Allah berikan kepada manusia. Cinta merupakan fitrah murni yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan. Lalu langkah apa yang harus kita lakukakan agar langkah kita kokoh di rel ketakwaan? Dan bagaimana cara memanage cinta agar kita tidak terjerumus dalam cinta palsu? Dan bagaimana pula agar membuatnya terawatt cermatsehingga berbuah ridha dan syurga dari Allah?

Islam sebagai agama yang menyatu dengan fitrah manusia, juga mengakui keberadaan cinta. Karenanya Islam mengajarkan kita untuk memahami cinta yang benar sesuai pedoman mutlak yakni Al-Quran dan As Sunah. Islam mengajarkan kita bagaimana memaknai cinta dengan tepat agar kelak ketika cinta harus kita berikan pada siapapun, tetap dalam kerangka cinta kepada Allah SWT.

Allah Subhanahu wa Taala berfirman “Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, Saudara-saudara, istri-istri, sanak keluarga, harta yang telah kamu usahakan, perniagaan yang kamu takuti kerugiannya, dan tempat-tempat tinggal yang kamu sukai, itu semua lebih kamu cintai dari Allah, Rasul-Nya, serta jihad dijalan-Nya,maka tunggulah sampai Allah mendatangkan urusannya (azab-Nya). Dan Allah sekali-kali tidak akan menunjuki orang raong yang fasik.” (QS: At Taubah :24). Ayat ini mejelaskan bahwa manajemen cinta menurut Islam menuntut skala prioritas yang sangat jelas. Skala yang pertama dalah cinta kepada Allah, kemudian RAsul, dan diikuti cinta kepada jihad setelah itu barulah cinta kepada, keluarga, sanak saudara dan yang lainnya.

Menurut Ibnu Qayyim, cinta mengharuskan seseorang untuk mengkhususkan cintanyakepada objek yang ia cintai. Seseorang tidak mungkin dapat membagi cintanya secara adil. Prinsip ketunggalan cinta ini digunakan Ibnu Qayyim hanya kepada Allah semata sebagai cinta yang memiliki kedudukan tertinggi di atas segala cinta. Dan ini merupakan cirri yang dimiliki oleh orang beriman. (lihat QS: Al-Baqarah : 65).

Sudah sewajarnya orang beriman menggunakan prinsip sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami kerjakan) dalam menghayati cintanya kepada Yang Maha Mencinta. Melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, menyukai apa yang disukai-Nya, dan membenci apa yang dibenci-Nya. Semua itu diamalkan melalui seluruh ajaran yang telah di contohkan oleh Rasulullah SAW.

Berangkat dari perasaan lembut yang ditanamkan Allah kepada hati orang mukmin, akan muncul perasaan kasih dan cinta kepada mukmin yang lain. Sebaliknya bila perasaan itu muncul dari hati yang kosong akan iman, maka sebentuk cinta lain akan muncul, cinta yang bersumber dari hawa nafsu, cinta palsu yang bersifat duniawi.

Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a berkata “ Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, karena siapa tahu esok hari ia akan menjadi orang yang paling engkau benci dan bencilah orang yang kamu benci sekedarnya saja, bisa jadi esok hari ia akan menjadi orang yang paling engkau kasihi.

Cinta kepada orang tua, saudara, sanak keluarga, sahabat atau lawan jenis sekalipun seperti yg disabdakan Rasulullah SAW “Tidak sempurna iman kalian, hingga ia mencintai saudaranya sesama muslim” dalam hadis lain disebutkan “Mereka yag saling mencintai karena Allah, kelak di hari kiamat akan mendapat naungan dari Allah dan akan dimasukan kedalam surga”.

Namun jika cinta hanya membuat akal menjadi buntu, rasa menjadi sentimental, dan prilaku tidak produktif, maka berhati hatilah! Cinta suci tidak pernah membuat seseorang melalaikan agama. Bila getar halus yang hadir karena rasa suka dan simpatik kepada seseorang misalnya, membuat pandangan menjadi tidak terjaga, hati juga mulai tak terjaga, maka Waspadalah! Segeralah berwudhu, bacalah Al-Quran, bermunajatlah, dan pasrahkan diri kepada Dzat pemilik setiap hati. Mohonkan kepada-Nya petunjuk jalan terbaik agar kita tidak mudah terpedaya dan terkalahkan hawa nafsu dan godaan setan. Sibukan diri dengan aktivitas bermanfaat, jangan biarkan pikiran berimajinasi tanpa tujuan kemudian selalu berzikir seraya mengingat Allah agar Allah Subhanahu wa Taala senantiasa melindungi , memberkahi dan meridhoi kita, amiin.
Wallahu a'lam bi Showab

(Iqra Hidayatullah)

Baca Selengkapnya......