Video Perdana Ku

Dalam bahasa Indonesia “Streaming” berarti : yang mengalir”. Sedangkan menurut istilah Streaming adalah sebuah teknologi untuk memainkan file video atau audio secara langsung ataupun dengan pre-recorder dari sebuah mesin server (web server). Dengan kata lain, file video ataupun audio yang terletak dalam sebuah server dapat secara langsung dijalankan pada browser sesaat setelah ada permintaan dari user, sehingga proses running aplikasi yang didownload berupa waktu yang lama dapat dihindari tanpa harus melakukan proses penyimpanan terlebih dahulu.

file video atau audio di stream, akan berbentuk sebuah buffer di komputer client, dan data video-audio tersebut akan mulai di download ke dalam buffer yang telah terbentuk pada mesin client. Dalam waktu sepersekian detik, buffer telah terisi penuh dan secara otomatis file videoaudio dijalankan oleh sistem. Sistem akan membaca informasi dari buffer dan tetap melakukan proses download file, sehingga proses streaming tetap berlangsung ke mesin(komputer) user.

Untuk lebih jelasnya kita akan mempraktekan video streaming.
Baca Selengkapnya......

Selamat Idul Fitri 1432 Hijriyah

Ramadhan sebentar lagi akan kita lewati dan kita memasuki suatu hari yang disebut hari kemenangan. Adalah sangat wajar jika banyak orang yang mengatakan bahwa ini adalah hari kemenangan, dimana sesuai dengan namanya disebut hari kembali ke fitrah. Fitrah berarti kita kembali seperti bayi yang baru saja dilahirkan. Ampunan dari Allah سبحانه وتعالى dan maaf dari sesama mudah-mudahan sudah kita dapatkan. Namun ini bukanlah suatu akhir sebab kita masih diberikan umur panjang untuk menjalani hidup selanjutnya.

Kita tidak perlu takut dan waswas dalam menghadapi masa depan. Kerikil tajam, bukit terjang, serta godaan hawa nafsu yang pasti akan mengiringi langkah kita. Justru setelah kita melalui hari lebaran ini, harus membuat kita berjalan lebih mantap. Ingatlah artikel sebelumnya yang menyebutkan bahwa Ramadhan adalah momentum perubahan. Artinya kita sudah berubah, entah besar atau kecil, jika kita menjalani ibadah shaum dengan baik, pasti ada perubahan positif dalam diri kita.

Hari Raya Idul Fitri adalah momen kembali ke titik nol. Momen untuk mengambil langkah-langkah baru demi keberhasilan kita dimasa mendatang. Seperti bayi yang baru lahir, kita perlu berpikir benar-benar dari nol. Kita susun langkah seolah tidak ada beban dipundak kita. Kini saatnya kita mengambil langkah yang seharusnya kita ambil sejak dulu. Kini kita saatnya melepaskan apa yang seharusnya kita tinggalkan sejak dulu. Semua ini karena kita memang sudah lepas dari masa lalu menuju masa depan yang lebih gemilang. Yang tersisa dari masa lalu hanyalah hikmah yang akan menjadi bekal kita menapaki jalan yang akan kita tempuh.

Idul fitri adalah hari kemenangan besar yang mengembalikan manusia pada fitrah (kesucianya) dimana jiwa kembali bersih karena dibasuh dengan ibadah, dan rizqi yang dimiliki telah dicuci dengan zakat, dan jika antara sesama telah saling memaafkan maka baru dapat dikatakan kembali kepada kesucian dari berbagai dosa sebagai buah dari ibadah sepanjang bulan Ramadan. Pada Idul Fitri, manusia yang taat pada takdir Allah سبحانه وتعالى meyakini tibanya kembali fitrah diri yang kerap diimajinasikan dengan ungkapan "terlahir kembali".

Idul Fitri bukanlah suatu yang akhir, masih akan ada perjuangan yang harus dilalui sesudahnya. Seperti yang pernah diisyaratkan Rasulullah seusai perang Badr di akhir Ramadhan. Bahwa, dari perang kecil (Badr) ini, masih ada perang yang lebih besar untuk mengekang hawa nafsu dalam menegakkan syariat islam dengan benar. Sabda Rasulullah : الدين النصيحة , Arti nasehat bukan sekadar membimbing dengan kata-kata, tetapi menunjukkan serta mendukung segala kebajikan dengan amal perbuatan, tidak hanya memberi contoh tapi mampu sebagai contoh, sehingga pemberi nasihat mengantar orang yang dinasihati kepada suasana keterbukaan, tenggang rasa, serta insyaf bahwa kebutuhan manusia tidak dapat dipenuhi kecuali dengan bantuan orang lain. Jika hal ini terwujud maka akan tercipta ukhuwah yang kuat dalam hubungan antar manusia.

Kita memang masih boleh melanjutkan apa yang sudah kita mulai sejak lama. Tetapi bukan karena harus melanjutkan, kita melanjutkan apa yang sudah kita lakukan karena keputusan baru, atas petimbangan kita saat ini. Apakah yang kita lakukan ini harus kita lanjutkan atau tidak? Bukan…, bukan karena Anda harus melanjutkan. Andalah yang menentukan, bukan pekerjaan Anda, bukan bisnis Anda, bukan siapa pun.

Kita sudah berubah menjadi lebih baik, baik dari segi ruhiah, fikriah, maupun jasadiah melalui Ramadhan yang baru saja kita lalui. Kita juga sudah terlepas dari beban masa lalu. Kita juga sudah mendapatkan bekal berupa hikmah dari guru yang bijaksana (pengalaman kita). Maka kini saatnya kita melangkah maju ke depan untuk meraih masa depan yang gemilang.

Akhirnya kita berharap agar Idul Fitri 1432 Hijriah tahun ini, di samping dirayakan secara masif yang hanya satu kali dalam setahun, akan dapat menyadarkan kita semua agar secara bertahap memahamii hakikat Idul Fitri sehingga buah yang didapat adalah kemenangan sejati, bukan capaian spiritual yang dangkal dan tuna-makna. Semoga roda sejarah modern Indonesia akan bergerak menuju kepribadian yang tangguh bermartabat sebagai hasil dari pencarian sebuah makna spiritual yang terdalam. Mari Kita jadikan Baginda Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم sebagai contoh terbaik dalam membina akhlak yang mulia dan berbudi luhur. Insya Allah kita akan disayangi dan dihormati sebagaimana Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم dicintai oleh para sahabat dan seluruh umat Islam karena keluhuran budi pekerti yang dimilikinya.

Baca Selengkapnya......

Hakikat Rizki

Rizki atau rejeki bukanlah kata yang asing yang terasa janggal di telinga kita. Kata ini sering disebut-sebut dalam sebuah perbincangan atau saat orang bicara tentang kebutuhan hidup. Rizki bukan hanya berarti bagi kelangsungan hidup umat manusia, tapi juga sangat penting bagi kelangsungan makhluk hidup lainnya. Itulah sebabnya mengapa kata ini disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 112 kali dalam 41 surat. Dan inilah simbol kepedulian Allah SWT tentang pentingnya rizki.

Wujud kepedulian itu tidak hanya sebatas menyinggung, bahkan secara gamblang dalam Al-Qur'an Allah SWT menyerukan manusia untuk bekerja dan berusaha : “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S Al-Jumu’ah : 10)

Dapat disimpulkan bahwa ada satu pesan mendasar yang terkandung dalam konsep rizki, yakni syariat untuk bekerja. Rizki tidak mungkin didapat tanpa sebuah usaha atau kerja. Itulah sebabnya mengapa Allah menyediakan bumi ini sebagai ladang kerja untuk menghasilkan rizki.

Sayangnya, oleh sebagian orang, syariat ini telah diselewengkan. Usaha atau kerja tidak lagi ditafsirkan sebagai semata-mata usaha yang hasil akhirnya diserahkan kepada Allah. Tapi usaha dan kerja telah diartikan sebagai sesuatu yang harus menghasilkan. Buntutnya, ketika usaha dan kerja tidak menghasilkan rizki, perasaan galau, kecewa dan frustasi menjadi bagian yang tak terhindarkan.

Mencari yang haram aja susah-apalagi yang halal” sebagian orang mengatakan demikian. Kadang mereka katakan sebagai dalih mereka untuk melegalkan usaha mereka dari sumber penghasilan yang haram atau subhat.

Bahkan, ada kalanya manusia nekad melakukan tindakan bunuh diri hanya karena tidak bisa mengantisipasi perasaan kecewa atau jenuh menjalani hidup, tanpa usaha atau pekerjaan yang jelas. Untuk itu, dalam konteks mendapatkan rizki, kerja harus dipahami sebagai sebuah wasilah atau media. Usaha itulah yang akan membawa manusia kepada rizki yang telah digariskan Tuhan untuknya. Namun, usaha dan kerja sama sekali bukanlah suatu jaminan bahwa rizki yang telah ditetapkan Allah akan diperoleh.

Yang lebih mendasar lagi, sudah sepatutnya manusia berpikir tentang asal-muasal rizki. Dari mana ia datang, siapa yang memberikannya, dan dengan cara apa ia mendapatkannya ? Jika manusia menyadari akan hal ini, maka akan timbul satu kesadaran bahwa bila tidak karena kemurahan Yang Maha Pemberi, mungkin kata-kata tentang rizki tidak akan pernah ada.

Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman, “Katakanlah : “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rizki bagi siapa yng dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa saja yang dikehendaki-Nya) Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi Rizi yang sebaik-baiknya.” (Q.S Al-Saba : 39)

Dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah-lah sebaik-baiknya pemberi rizki. Karena itu, hendaknya manusia tidak menyekutukan-Nya dengan mengatakan rizki itu berasal dari sesuatu selain Allah. Juga, jangan ada anggapan bahwa ritual ibadah seperti shalat, akan menyebabkan rizki seseorang berkurang. Demikian pula halnya anggapan bahwa memberikan rizki untuk zakat, menyebabkan rizki kelak akan berkurang.

Setelah disadarkan bahwa sumber rizki itu adalah Allah, maka bagi orang yang beriman, Allah adalah orientasi kegiatan manusia dalam upaya memperoleh penghidupan. Di hadapan Allah, semua makhluk dan semua manusia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan rizki.

Meski semua hamba mendapatkan rizki dari Allah, tapi rizki yang diberikan itu tidak sama dalam ukuran dan takarannya. Allah berhak melebihkan rizki untuk seseorang dan berhak pula menguranginya dari yang lain. Semuanya itu tergantung kepada keadilan Allah dan kerja keras manusia sebagai sunatullah yang telah ditetapkan.

Namun, karena setiap rizki yang diperoleh selalu terjadi dalam ruang lingkup sosial, maka Al-Quran menentukan bahwa dalam setiap kelebihan rizki terdapat hak bagi golongan miskin, lemah dan tertinggal. Hak-hak mereka tersebut dibakukan Allah dalam konsep zakat, sedekah, dan infak.

Sebagai bahan acuan agar tidak tergelincir saat mendapatkan rizki, hendaknya manusia tidak ngoyo dengan menghalalkan segala cara. Mereka harus ingat, setiap makhluk hidup telah mendapatkan rizki masing-masing. Bila kesadaran ini telah tertanam, mereka akan mampu mengontrol sikap dan perilakunya, terutama saat menghasilkan rizki dalam dunia kerja.

Lebih dari itu, mereka pun akan selalu menjaga hak-hak Allah yang dikongkretkan dalam bentuk ritual shalat, zakat, pergi haji dan yang lainnya. Mereka menyadari, dalam setiap rizki yang diberikan terdapat dua pilihan yang mesti diambil, bersukur atau kufur.

Dengan mensyukuri nikmat, secara tidak langsung dan tanpa disadari manusia tengah berada dalam proses mendapatkan rizki yang semakin banyak. Dengan kata lain, semakin banyak manusia bersyukur, maka semakin bertambah pula rizki yang didapat. Hal itu tercermin pada kemudahan-kemudahan dalam mengembangkan usaha, mengeliminir kerugian, dan tambahan berkah pada rizki telah didapatkan.

Ketentuan demikian bukan hanya slogan semata, namun Allah telah memberikan ‘garansi’ yang tertuang jelas dalam Al-Quran surat Ibrahim ayat 7, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu meningkari (nikmat-Ku), maka sesungghunya azab-Ku sangat pedih“.

Namun sebaliknya, bila manusia tidak mampu bersyukur (Kufur Nikmat), maka Allah telah menyiapkan baginya siksaan yang amat pedih. Sanggupkah kita untuk menerimanya ... ???
والله أعلم بالصواب
Sumber : Khasanah Islam
Baca Selengkapnya......